Tokoh dibalik Patung Lembu Suro
Berdasarkan
mitos yang beredar di masyarakat, Patung Lembu Suro di wilayah perhutani
Kecamatan Gandusari muncul bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud pada 13
Februari 2014. Cerita tersebut tidak benar, karena kedua patung tersebut sudah
ada sejak Bulan Januari tahun 1993. Banyak versi cerita yang beredar di
masyarakat mengenai nama kedua patung di wilayah perhutani tersebut. Setidaknya
ada tiga versi cerita, yaitu, versi yang pertama menyebutkan bahwa keduanya
adalah Patung Lembu Suro, sedangkan versi kedua mengatakan bahwa patung yang
berada di bagian bawah adalah Patung Mahesa Suro sementara yang atas adalah
Patung Lembu Suro. Cerita versi ketiga hampir sama dengan versi kedua, yang
berbeda adalah menyebutkan bahwa patung yang berada di bawah adalah Patung
Jotho Suro. Setelah penulis melakukan wawancara dengan Bapak Welas, polisi
hutan yang bertugas pada saat itu, cerita yang benar adalah versi ketiga.
Alasan
yang mendasari dibuatnya patung ini adalah untuk penyambutan kedatangan Menteri Kehutanan dan Perkebunan yang saat itu
dijabat oleh Bapak Ir. Hasjrul Harahap. Menteri Kehutanan dan Perkebunan bermaksud meninjau
keadaan penghijauan di wilayah perhutani Kecamatan Gandusari, akan tetapi
karena cuaca yang tidak mendukung berupa angin badai kunjungan dialihkan di
daerah Sumber Ringin. Ide membuat patung untuk acara penyambutan menteri
tersebut atas masukan dari ahli pembuatan patung dari daerah Ringin Telu
bernama Mbah Di. Selain memberikan ide, Mbah Di dengan dibantu seorang temannya
juga membuat, memahat serta menyelesaikan patung tersebut selama kurang lebih
20 hari. Pembuatan patung menghabiskan dana Rp. 1.750.000,00, dana itu merupakan
swadaya dari asisten perhutani, mantri, dan mandor yang bertugas di kawasan
Perhutani Kecamatan Gandusari pada saat itu.
Secara sistematis, pejabat perhutani wilayah
Wlingi-Gandusari pada saat itu (1993) adalah sebagai berikut:
Administartur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KKPH)
Blitar : Ir. Rosmadi
KBK Wlingi/Asisten Perhutani (Asper) :
Eko Saputro
Kepala Resort Polisi Hutan (KRPH)/Mantri Gandusari : Samsu Bambang ...................................................................................................................Trisuseno
(Alm)
Mandor/Polisi Hutan :
Welas
Kepala Administartur Urusan Pegawai (KAUP) : Dr.
Mangli
Selain pejabat perhutani yang disebutkan di atas, mungkin
ada tokoh lain yang belum disebutkan. Kita doakan agar jasa mereka dicatat
sebagai amal baik oleh Tuhan Yang Maha Esa. Narasumber yang berkenan memberikan
informasi ini adalah Bapak Welas yang saat itu menjabat sebagai mandor/polisi
hutan. Pak Welas memaparkan bahwa material untuk pembuatan patung diangkut menggunakan
sepeda motor. Menurut beliau, jalan menuju patung dulunya tidak sesulit
sekarang ini.
Model yang
dijadikan acuan dalam pembuatan patung berasal dari Mbah Di yang notabene
sebagai ahli pembuat patung. Mungkin ada kemampuan luar biasa yang dipunyai
oleh seorang Mbah Di sehingga patung buatannya pernah begitu fenomenal dan booming di kalangan masyarakat. Bahkan
karena itu pula orang dari berbagai pelosok daerah datang untuk melihat
keberadaan patung ini. Berkat patung ini, ada pemasukan tambahan untuk warga
sekitar meski hanya sekitar tiga bulan. Saat patung ini booming, warga sekitar memanfaatkan kesempatan itu sebagai momen
untuk berjualan minuman ataupun makanan juga bensin di kawasan sekitar patung.
Selain itu, ada jasa penitipan mobil dan sepeda motor yang dikelola oleh pemuda
sekitar. Tukang ojek dadakan pun bermunculan untuk mengantarkan para wisatawan
yang tidak bisa melewati sulitnya akses jalan menuju patung Lembu Suro. Seharusnya ada
sebuah kerja sama terpadu antara masyarakat sebagai komponen sentral dan pelaksana kegiatan, pengusaha
pariwisata sebagai mitra usaha yang dapat membantu dalam hal dana dan
penambahan sarana prasarana, serta pemerintah sebagai fasilitator dan pemegang
kekuasaan kontrol atas berjalannya sebuah proyek pariwisata agar kawasan Wisata
Lembu Suro tetap ramai dikunjungi wisatawan.
0 komentar: